Uang Amplop Kondangan Bakal Dipajak Pemerintah?

oleh -225 Dilihat
oleh
Ilustrasi Amplop Kondangan

BERDIKARI – Belakangan ini, beredar kabar ada wacana pemerintah ingin menerapkan pajak atas uang “amplop kondangan” yang diterima dalam acara resepsi pernikahan.

Kabar itu juga terdengar sampai ke telinga Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam.

Hal itu disampaikan Mufti saat rapat kerja bersama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan jajaran petinggi Danantara di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

“Bahkan kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah,” kata Mufti dikutip dari Kompas.com.

Jika nantinya benar pemerintah memajaki uang pemberian dalam resepsi pernikahan, Mufti menilai kebijakan tersebut makin memberatkan rakyat.

“Ini kan tragis, sehingga ini membuat rakyat kami hari ini cukup menjerit,” ujarnya.

Mufti awalnya mengkritisi kebijakan pengalihan dividen BUMN ke Danantara, yang dinilai justru mengurangi penerimaan negara.

“Pengalihan dividen Danantara dampaknya sangat jelas,” katanya.

Menurut dia, kebijakan itu akhirnya memaksa Kementerian Keuangan mencari cara lain untuk menambal defisit.

Salah satunya dengan menerapkan berbagai kebijakan pajak yang dinilai memberatkan masyarakat.

“Negara hari ini kehilangan pemasukan, nah Kementerian Keuangan hari ini harus memutar otak bagaimana harus menambal defisit.

Yang kemudian lahirnya kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat kita keringat dingin,” ujar Mufti dalam rapat.

Mufti lantas menyoroti berbagai jenis penghasilan masyarakat yang kini dikenakan pajak, mulai dari pelaku usaha atau pedagang daring hingga influencer.

“Bagaimana Pak Rosan lihat bahwa rakyat kita hari ini mereka jualan online di Shopee, di TikTok, di Tokopedia dipajaki, Pak.

Bagaimana mereka, para influencer kita, para pekerja digital kita semua sekarang dipajaki,” ucap Mufti.

Ia menambahkan, kebijakan pajak yang muncul belakangan ini membuat banyak pelaku UMKM dan anak-anak muda yang berjualan secara daring menjadi ragu untuk melanjutkan usahanya.

“UMKM juga bingung, anak-anak muda kita di daerah-daerah hari ini yang berjualan di toko-toko online mulai menghitung ulang, Pak.

Maka ini adalah bagian dari dampaknya, apa sumber utama penerimaan negara yang hilang karena dividen hari ini diberikan kepada Danantara,” ungkapnya.

Mufti pun mempertanyakan jaminan bahwa Danantara bisa mengelola dana negara secara lebih baik dibanding langsung dikelola oleh Kementerian Keuangan.

“Pertanyaannya, kalau memang dividen BUMN diserahkan ke Danantara, maka pertanyaan saya adalah apa jaminan bahwa Danantara bisa mengelola uang lebih baik dibanding dikelola Kementerian Keuangan, daripada dikelola negara?” pungkasnya.

Direktorat Jenderal Pajak Membantah

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan meluruskan informasi terkait amplop dari hajatan atau kondangan akan dipajaki.

Melansir Detikcom, DJP menegaskan bahwa informasi yang beredar tersebut dipastikan tak benar dan tidak ada rencana soal itu.

“Kami perlu meluruskan bahwa tidak ada kebijakan baru dari DJP maupun pemerintah yang secara khusus akan memungut pajak dari amplop hajatan atau kondangan, baik yang diterima secara langsung maupun melalui transfer digital,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, dalam keterangan resmi, Rabu (23/7/2025).

Informasi bahwa amplop dari hajatan akan dipajaki awalnya disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Danantara dan Kementerian BUMN.

Ia mendengar hal itu sebagai dampak pengalihan dividen BUMN ke Danantara sehingga negara kehilangan pemasukan.

“Pernyataan tersebut mungkin muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap prinsip perpajakan yang berlaku secara umum,” jelas Rosmauli.

Rosmauli menjelaskan, sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, setiap tambahan kemampuan ekonomis memang dapat menjadi objek pajak termasuk hadiah atau pemberian uang.

Meski begitu, penerapannya tidak serta-merta berlaku untuk semua kondisi.

“Jika pemberian tersebut bersifat pribadi, tidak rutin dan tidak terkait hubungan pekerjaan atau kegiatan usaha, maka tidak dikenakan pajak dan tidak menjadi prioritas pengawasan DJP,” tegasnya.

Rosmauli mengingatkan bahwa sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self-assessment, yaitu setiap wajib pajak melaporkan sendiri penghasilannya dalam SPT Tahunan.

“DJP tidak melakukan pemungutan langsung di acara hajatan dan tidak memiliki rencana untuk itu,” tegasnya. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.