BERDIKARI – Tanah atau rumah warisan yang tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan dibiarkan begitu saja, termasuk tidak ditempati, bisa menjadi obyek tanah telantar.
Tanah terlantar sebagaimana dalam PP 20/2021 adalah tanah hak, tanah hak pengelolaan, dan tanah yang diperoleh berdasarkan Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.
Hal itu dijelaskan oleh Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antar Lembaga (PHAL) Kementerian ATR/BPN, Risdianto Prabowo Samodro, dilansir dari Kompas.com, Selasa (18/3/2025).
Menurutnya, tanah dengan kategori tersebut bisa menjadi milik negara.
“Tanah atau rumah warisan orangtua bisa jadi milik negara apabila tanah tersebut tidak dimanfaatkan sesuai peruntukkannya atau dibiarkan telantar,” kata pria yang akrab disapa Anto ini.
Dalam Pasal 7 PP 20/2021 disebutkan bahwa obyek penertiban tanah telantar meliputi tanah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan, tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah.
Anto menjelaskan, tanah hak milik bisa menjadi obyek penertiban tanah telantar jika dengan sengaja tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara.
Sehingga tanah hak milik tersebut dikuasai oleh masyarakat dan menjadi wilayah perkampungan.
Atau tanah hak milik dikuasai oleh pihak lain secara terus-menerus selama 20 tahun tanpa adanya hubungan hukum dengan pemegang hak.
Selain itu, fungsi sosial Hak Atas Tanah tidak terpenuhi, baik pemegang hak masih ada maupun sudah tidak ada.
Sementara, Hak Guna Usaha (HGU), hak pakai, dan Hak Pengelolaan Tanah (HPL) dapat menjadi obyek penertiban tanah telantar jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak.
Agar rumah warisan aman dan tidak termasuk tanah atau rumah terlantar, Anto menyarankan agar segera melakukan peralihan hak waris.
Peralihan hak waris dapat dilakukan dengan mengunjungi Kantor Pertanahan setempat dengan membawa persyaratan dan biaya yang sudah ditetapkan.
Anto menambahkan, apabila tanah atau rumah warisan orangtua dikuasai oleh pihak lain, ahli waris berhak menuntut.
“Dalam KUH Perdata Pasal 834-835 disebutkan bahwa ahli waris berhak menuntut pembagian harta warisan dari orang yang menguasainya, termasuk jika ada pihak yang menahan warisan tanpa hak,” jelas dia.
“Ahli waris dapat mengajukan gugatan untuk memperoleh warisan dengan diberi waktu 30 tahun, terhitung dari hari terbukanya warisan tersebut,” sambungnya.
Anto juga membagikan tips agar tanah atau rumah warisan tidak termasuk obyek telantar dan bisa diambil negara, yakni dengan menjaga dan memanfaatkan tanah atau rumah tersebut sebagaimana seharusnya.
Ahli waris bisa juga memasang patok untuk memastikan batas-batas tanah atau rumah.
Jangan lupa untuk menjaga sertifikat tanah dengan baik.
Hindari pihak lain yang tidak memiliki hak untuk mengambil atau meminjam sertifikat tanah atau rumah warisan. (*)